Tak tak tak tak ....
Suara langkah kaki itu semakin dekat. Dia tahu bahwa pemilik langkah itu bukan orang sembarangan. Karena suara "tak" itu sedikit terlambat dibandingkan hembusan angin yang seharusnya menyertainya.
Tetapi Anas, lelaki kurus dengan rambut ikal sebahu yang diikat ekor kuda itu tidak melambatkan langkahnya ataupun mempercepat. Toh suara langkah di belakangnya masih belum bisa mendekatinya.
Tiba tiba di tikungan sekira dia berbelok ke kiri dan menghentikan langkahnya di jalanan yang luas depan sebuah gedung sekolah. Menunggu.
Tidak sampai sekedipan, sosok yang mengikutinya tadi nampak di tikungan dan menghentikan langkahnya juga demi melihat Anas berdiri.
Ujung mantel bahan sintetis yang dipakainya berkibar dibelakang tubuhnya dihembus angin tengah malam.
"Berapa kali kukatakan, agar kau kembali ke Patirtan. Tenagamu lebih dibutuhkan disana."tiba tiba Anas berkata. Jarak mereka berdua sekira 200 meter. Tapi suara Anas bisa mencapai orang selanjutnya tanpa terdengar berteriak, seperti orang berbicara normal berhadapan.
Tiba tiba, sosok yang diajak berbicara melakukan lompatan ke depan. Dalam sekali lompat, dia bisa mencapai depan Anas dan langsung bersikap berlutut dengan kaki kanan ditekuk.
Setelah melakukan sembah, sosok tersebut berkata "Maaf Kaisar, saya tidak bisa. Saya diperintahkan untuk menjaga Kaisar."
"Apa kau kira kemampuanku dibawahmu sehingga aku perlu kau jaga,?" kata Anas tanpa nada sinis.
"Saya tidak berani, Kaisar. Tapi ini adalah perintah, dan lebih baik Kaisar bunuh saya disini daripada saya harus kembali ke Patirtan" kata sosok tadi lagi.
"Ah sudahlah. Dasar perempuan." cetus Anas. "Baiklah, kamu boleh mengikutiku, tapi ada syaratnya."lanjutnya.
"Akan saya laksanakan, Kaisar" kata sosok yang ternyata adalah perempuan itu.
"Pertama, berjalanlah disampingku..." sebelum Anas selesai sudah dipotong "Tapi Kaisar..." kata perempuan tadi
"Kedua, jangan pernah membantah" lanjut Kaisar Anas tanpa terpengaruh pemotongan pembicaraan tadi.
"Dan ketiga, jangan tunjukan kalau kamu adalah bawahanku, bersikaplah wajar. Mengerti,?" ucap Kaisar.
Perempuan itu berpikir sebelum menjawab. Dia berpikir, selama bisa menunaikan tugasnya, dan karena syarat-syarat Kaisar Anas tidak ada larangan untuk dilakukannya, akhirnya dia menjawab "Mengerti dan akan dilaksanakan, Kaisar."
"Berdirilah, dan mulai laksanakan ketiga syarat tadi" pungkas Kaisar.
Perempuan itu berdiri dan mulai mengimbangi Anas berjalan disampingnya. Mereka terlihat berjalan cukup wajar, walaupun jarak yang mereka tempuh terlampau cepat untuk dibilang berjalan.
Tiba tiba Kaisar Anas berhenti dan menahan lengan pendampingnya. "Tahan nafasmu" bisik Anas.
Tanpa bertanya, perempuan itu menurut dan menahan nafasnya.
Tidak berapa lama, lewatlah serombongan orang berbaju merah. Mereka berjumlah lebih dari 15 orang. Jarak mereka dengan Anas cukup dekat, hanya sekitar 5 meter saja. Tapi karena Anas dan pendampingnya berada di balik pohon beringin, orang orang itu tidak menyadari keberadaan mereka berdua.
Rombongan berbaju merah itu semuanya mengenakan topeng topeng lucu dari kayu dengan warna dasar putih. Mereka berjalan dengan sangat cepat seperti melayang dan tanpa suara sedikitpun, bukti bahwa mereka memiliki ilmu meringankan tubuh yang mumpuni. Dan kenyataan bahwa Anas mampu mendeteksi keberadaan mereka sebelum mereka tampak, membuktikan kemampuan Anas yang sangat tinggi.
Tidak sampai sepuluh detik rombongan itu telah lewat. Anas menunggu beberapa detik lagi sebelum mulai berkata, "Kita ikuti mereka, Ega"
"Baik, Kaisat", kata perempuan yang dipanggil Ega.
"Kita tetap harus menjaga jarak."kata Kaisar. "Mereka bukan orang orang dari tingkatan tinggi. Persangkaanku, mereka adalah putut, bukan murid murid. Tapi dengan jumlah seperti itu, pasti akan menimbulkan keributan, dan itu yang harus kita hindari." lanjut Kaisar Anas.
"Saya setuju, Kaisar."jawab Ega. "Kaisar, sepertinya tujuan kita sudah dekat. Kalau dilihat dari pakaian mereka tadi, saya yakin bahwa mereka adalah orang orang dari Padepokan Wadana Wreksa atau Muka Kayu." lanjut Ega.
"Kamu benar. Kalau memang mereka akan pulang, maka kita akan menemukan tempat Ki Bjuz bersembunyi." kata Kaisar. "Sudah hampir empat bulan aku mengitari tapal kuda ini untuk mencari dia." lanjutnya.
"Mohon maaf atas kelancangan saya, Kaisar. Bolehkah saya tanya, ada apa sebenarnya anda mencari Ki Bjuz,?" Ega bertanya.
"Itu semua karena .... tunggu, berhenti,!" perintah Kaisar tiba tiba, tidak jadi menjawab pertanyaan Ega tadi. Mereka berdua berhenti, dan Ega terlihat kebingungan, "Kemana perginya mereka, Kaisar,? Kenapa tiba tiba ada savanah luas disini"
"Sebenarnya, dua ratus meter ke arah jam sebelas kita, ada sebuah regol besar. Tidakkah kau melihatnya, Ga,?" tanya Kaisar untuk menjawab Ega.
Ega celingukan dan memicing micingkan mata. Bahkan dia mencoba mengerahkan tenaga dalamnya untuk membantunya melihat. "Saya tidak bisa melihatnya, Kaisar"tukas Ega pada akhirnya.
"Tidakkah Mbah membekalimu semacam kacamata,?" tanya Kaisar.
"Benar" kata Ega sambil membuka ranselnya dan mengeluarkan semacam alat seperti batang kecil sepanjang dua sentimeter. Ega kemudian memasangnya di wajahnya. Dalam waktu kurang dari lima detik, alat itu sudah berubah menjadi semacam kacamata yang pas dengan kontur wajah Ega. Kemudian dia mengarahkan pandangannya seperti tadi ditunjukkan oleh Kaisar Anas.
"Wah, anda benar, Kaisar." kata Ega sedikit takjub. Sebenarnya, dia bukan takjub oleh penampakan regol yang memang cukup besar, sekitar empat meter jika diukur dari dasar ke puncaknya. Ega takjub karena regol itu ditidurkan, bukannya berdiri seperti umumnya regol. Dan dengan dibantu teknologi sedemikian rupa, sehingga mata kasat tidak akan bisa melihat regol tersebut. Dan Kaisar mampu menemukannya tanpa harus menggunakan kacamata seperti Ega.
"Bagaimana ini , Kaisar,?" tanya Ega.
"Untuk saat ini sampai nanti aku bertemu Ki Bjuz, kau berjalanlah di belakangku. Dan jangan melakukan apapun kecuali aku perintahkan. APAPUN YANG TERJADI, paham,?"Kaisar memberikan tekanan pada kalimatnya yang terakhir.
"Tandya,!"jawab Ega. Kemudian Ega mengikuti Kaisar menuju regol rubuh tadi. Sepanjang dua ratus meter menuju regol tersebut, Kaisar tak berhenti mengibaskan ujung jubahnya. Dan terdengar bunyi bergemrincing jatuh ke tanah. Mereka mendapat serangan kelereng besi.
Tibalah mereka di depan regol.
Dang dang dang,!!! "Bi.. keluarlah atau ijinkan kami masuk,!" kata Kaisar tanpa basa basi.
Dang dang dang,!!!, Kaisar kembali menggedor regol dengan tumit sepatunya.
Tak berapa lama, tampak keluar sebatang tongkat dari dalam tanah disamping kanan regol. Tongkat itu setinggi 2 meter dan berbentuk bulat begitu saja. Dari tongkat itu keluar suara, "Hahahahahasssuuu, Kaisar. Mau apa kau kemari,?" kata suara dari tongkat.
"Jaga mulutmu,!" bentak Ega tiba tiba.
"Bagian mana dari 'jangan lakukan apapun kecuali aku perintahkan' yang kau tak pahami, Ga,?"tukas Kaisar.
"Tapi..."belum selesai kalimat Ega, sudah dipotong lagi oleh Anas, "Bagian mana dari 3 syarat tadi yang kau tidak paham,?"
"Baik, Kaisar" kata Ega pasrah.
"Sudah pertengkaran rumah tangga kalian,?"kata suara di tongkat. Walaupun gelap, Ega takut bahwa Kaisar mengetahui bahwa wajahnya bersemu demi mendengar pertanyaan suara tongkat tadi.
"Bi, keluarlah.. atau ijinkan kami masuk" kata Kaisar tanpa menghiraukan pertanyaan tadi.
"Kau belum menjawab pertanyaanku: mau apa kau kemari,?" kata suara dalam tongkat.
"Aku .. ehm, kami perlu bantuanmu, Bi. Kita tidak punya waktu lagi," kata Kaisar.
Lama tak ada suara, hanya suara jangkrik dilapangan yang mengisi keheningan. Kemudian dari tongkat keluar suara, tapi bukan suara yang awal tadi, "Mohon agar mundur dari regol"
Kaisar dan Ega mundur dua tindak menjauh dari regol. Kemudian tongkat tadi tenggelam lagi ke dalam tanah, diikuti suara berkeriet karena regol terbuka ke dalam.
Tanpa menunggu regol terbuka sempurna, Kaisar mengajak Ega masuk, "Ayo.."
Ternyata, dari balik regol itu ada tangga turun berkelok, tanpa lampu. Di dalam sangat gelap. Secara otomatis, Ega memencet tombol di gagang kacamatanya untuk mengaktifkan
night vision mode nya.
Setelah mereka berdua berjalan selama kira kira 2 menit ke arah bawah, tibalah mereka dihadapan sebuah regol lain yang lebih kecil dan normal karena berdiri. Diterangi cahaya obor, regol tersebut terlihat begitu artistik.
Sebelum mengetuk, regol kayu tersebut terbuka ke belakang. Karena belum mematikan mode pandangan malam pada kacamatanya, Ega langsung merasa silau karena dari balik regol tersebut cahaya menyemburat keluar. Kaisar Anas masih berdiri tanpa berkedip sedikitpun.
Sebelum regol terbuka sempurna, melesatlah beberapa anak panah berbarengan. Kaisar masih tetap berdiri dan menahan Ega agar diam seperti dirinya.
"Hahahahahaha...suuu... Koq kamu ndak menghindar,?" kata suara di dalam ruangan.
"Anak anak panah itu tidak mengarah pada kami. Maksudku, kalaupun anak panah itu ada yang mengarah kepada kami, aku yakin pasti akan kau belokan."jawab Kaisar sambil bergerak masuk ke dalam ruangan.
"Hahahahaha ... ssuuu. Masuklah, Kaisar. Selamat datang di Padepokan Wadana Wreksa. Duduklah" seorang lelaki menyambut mereka berdua. Lelaki itu terlihat ceria, dari penampakan raut muka, umurnya mungkin sudah dua kali lipat dari umur Kaisar. Lelaki itu memakai pakaian khas ketua padepokan.
"Terimalah salam hormat saya, Ki Bjuz" Ega mengatupkan tangan di depan dada menyapa hormat lelaki tua itu.
"Hahahahaha .... ssuu... Sudah lama kita tak bertemu, kau sudah berganti kekasih lagi, Kaisar,?"kata Ki Bjuz kepada Kaisar. Belum selesai Ega dengan semu merah di wajahnya, Ki Bjuz sudah menanyainya, "Siapa namamu anak manis,? duduklah."
"Saya Ega Sarkara, dan saya ditugaskan untuk mengawal Kaisar Anas" kata Ega dengan sikap resmi.
"Duduklah," ulang Ki Bjuz. Dia berkata wajar, tapi seperti ada tekanan dalam ulu hati Ega. Kaisar Anas sepertinya tahu itu dan cepat memegang pergelangan tangan Ega dan berkata, "Duduklah disampingku".
Seiring tangan Kaisar yang memegang pergelangannya, Ega merasakan aliran hawa hangat dan menentramkan meluncur dari pergelangannya menuju ke ulu hatinya. Ega kemudian duduk disamping Kaisar Anas.
"Hahaha ... sssuuu. Curang kau, Nas," kata Ki Bjuz tetap ceria.
"Maaf, Kiai. Anak ini terlalu muda, bahkan hanya menerima sepertiga kekuatan Ajian Wisikanala mu pun dia akan kehilangan kesadarannya selama seminggu."tenang Kaisar menjawab.
Sementara, disebelah Kaisar, Ega masih merinding membayangkan apa yang akan terjadi seandainya tadi dia tidak ditolong Kaisar. "Wisikanala.." tanpa sadar Ega bergumam.
"Hei, anak manis. Kau tahu Ajian Wisikanala,?" tiba tiba Ki Bjuz mengalihkan pandangan ke arah Ega.
"Mohon maaf, Kiai. Saya hanya pernah mendengarnya. Tapi baru kali ini saya melihat, dan apesnya, merasakannya." jawab Ega, kali ini dia lebih sopan.
"Apa yang kau ketahui tentang Ajian ini,?" tanya Ki Bjuz
"Ajian Wisikanala adalah salah satu ajian paling menakutkan saat Raden Wijaya berjuang bersama 12 pendekar untuk mendirikan Wilwatikta. Ajian Wisikanala adalah ajian milik Kiai Lembu Peteng. Dan menurut guruku, hanya keturunan langsung dari 12 pendekar yang bisa menguasai ....." tiba tiba Ega menghentikan pembicaraannya karena seperti terbetik dalam pikirannya tentang sesuatu hal. "Tunggu dulu, kalau begitu Kiai Bjuz adalah....." belum selesai Ega berbicara, Kaisar sudah memotongnya.
"Benar perkiraanmu, Ga. Kiai Bjuz adalah keturunan dari Kiai Lembu Peteng. Dan itu adalah salah satu alasanku menemuinya saat ini.." kata Kaisar Anas.
Demi mengetahui bahwa Ki Bjuz adalah keturunan langsung dari Lembu Peteng, salah seorang dari 12 pendekar sakti yang mengiring i Raden Wijaya, Ega Sarkara langsung bangkit dari duduknya, dan menghaturkan sambah sungkem dengan mengatupkan tangan didepan dahinya.
"Hormat saya, Kiai. Maaf atas ketidak sopanan saya tadi."kata Ega.
"Aku terima hormatmu, anak manis. Duduklah", jawab Ki Bjuz.
Tidak mau pengalaman terkena Ajian Wisikanala tadi terulang, Ega segera duduk di sebelah Kaisar Anas.
"Kaisar, mari kita persingkat. Apa keperluanmu mencariku,? Kau tahu, aku sudah tidak mau berurusan dengan politik dunia persilatan" kata Ki Bjuz.
"Aku tahu, Ki. Tapi ada 2 hal penting yang aku kira akan menarik perhatianmu.."kata Kaisar.
"Katakan"tukas Ki Bjuz.
"Sabar, Ki. Sebelumnya, aku mau menceritakan beberapa hal kepadamu. Tiga bulan yang lalu, Chikung menemukan bukti keterlibatan Sinelir dalam pencurian Baru Klinting. Tidak lama setelah pusaka itu hilang, beberapa kali gempa terjadi di dompo, pahang, dan beberapa daerah timur Nusantara. Dan, lagi lagi, orang orang Chikung berhasil mendapatkan bukti bahwa itu adalah kegiatan percobaan yang dilakukan Sinelir dengan Baru Klinting."Kaisar menghela nafas sebelum melanjutkan, "Dan beberapa jam lalu, saat saya berjalan ke padepokanmu ini, saya mendapat kabar yang sudah diverifikasi Ega bahwa Chikung baru saja selamat saat berhadapan dengan Ajian Pandan Wangi..."
Ki Bjuz memotong dengan gumaman, "Menjangan Diyu ..."
"Benar Kiai. Tapi bukan cuma beliau, tapi juga Lembu Kuning. Beliau berdua mengeroyok Chikung bersama Tikta, Sinelir. Bagaimana pendapatmu,?" kata Kaisar.
"Kau tahu, kau belum menceritakan 2 hal penting padaku. Kemudian, kau juga tahu kalau aku selalu bersikap netral terhadap urusan Sinelir - Rajasa kalian. Meskipun begitu, aku juga heran jika Diyu dan Kuning muncul bersama Tikta. Hmmmm...." Ki Bjuz sedikit bergumam.
"mohon maaf memotong. Kaisar, Ki Bjuz, kalau boleh bertanya, kenapa Ki Bjuz tidak memihak dan lebih bersikap netral,? Semua pendekar di dunia ini tahu, hanya Sinelir atau Rajasa saja yang nantinya salah satunya akan bisa membangkitkan Arus Api."tiba tiba Ega ikut berbicara.
"Hahaha...ssuuuu... Kaisar Anas, keterlaluan kau. Anak manis begini kau ajak kesana kemari tanpa kau tulari pengetahuanmu."Ki Bjuz berkata kepada Anas, alih alih menjawab pertanyaan Ega.
Di lain pihak, Ega lagi lagi bersemu dadu wajahnya.
"Kiai, bukan aku tidak mau menularkan pengetahuan maupun ilmu ku, tapi aku akan sangat lancang jika melakukannya. Ega sendiri memiliki guru yang mungkin hanya Sesepuh Pasir yang bisa mengimbanginya di jaman ini, " kata Kaisar mencoba membela diri.
"Maksudmu, Ega ini murid dari...."Ki Bjuz tidak meneruskan pertanyaannya.
"Benar, Kiai. Dia ini murid satu satu nya dari Sang Penjaga. Sebagian besar ilmu dan pengetahuan Sang Penjaga sudah diturunkan kepadanya. Dia hanya perlu berlatih lebih tekun dan mencari pengalaman lebih banyak lagi. Itu kenapa, Mbah menugaskannya untuk mengawalku. Merepotkan sekali.."kata Kaisar Anas.
"Beruntung sekali kau, Anak Manis. Dimana gurumu sekarang,?"Ki Bjuz bertanya kepada Ega.
"Saya sendiri tidak tahu, Kiai. Sudah lebih dari 3 mongso ketigo belum juga ada kabar dari guru. Semenjak saya diijinkan bergabung ke dalam divisi Mbah Sultan."jawab Ega sedikit sedih.
"Tenang, Ga. Gurumu pasti kemabali,"kata Kaisar, walaupun dengan nada sedikit tidak yakin.
"Sebenarnya, kemana Sang Penjaga pergi,?"tanya Ki Bjuz lagi.
"Dia mencoba untuk menghadap Ratu Junjung Buih. Karena menurutnya, satu satunya yang bisa mengalahkan Baru Klinting adalah pusaka di dasar selat Karimata itu. Dan inilah alasan kami kesini. Dua hal yang kami butuh nasehatmua adalah ini ...." Kaisar Anas merogoh saku jubahnya dan mengeluarkan sebentuk benda sebesar telapak tangannya dan sebuah perkamen.
"Darimana kau dapatkan ini,?" kata Ki Bjuz sedikit heran.
"Kami juga bingung, karena sebenarnya, kedua hal ini dititipkan Sang Penjaga kepada Ega untuk diberikan kepadaku. Karena aku tidak segera pulang ke Patirtan, Mbah menyuruh Ega untuk menyusulkan ini kepadaku. Saat aku meminta pendapat Punggawa lain di Patirtan, mereka juga tidak paham, bahkan Paman dan Rajib sekalipun. Dan menurutku, satu satunya orang yang tahu dan bisa memahami dua hal ini adalah Sang Penjaga dan kau, Kiai." kata Kaisar memberikan penjelasan. "Dan karena keberadaan Sang Penjaga yang entah dimana, juga dia tidak memberikan petunjuk apapun, maka kuputuskan untuk mencari jejakmu. Disinilah kami sekarang"pungkas Kaisar.
"Baiklah, kemarikan. Aku akan coba menelaahnya."kata Ki Bjuz.
Kaisar mnyorongkan kedua benda di tangannya kepada Ki Bjuz yang diterima dengan sangat ta'dhim. Ki Bjuz mengamati kedua benda itu. Batu putih licin sebesar telapak tangan, berbentuk oval dan setebal satu ruas jari. Tanpa ada apapun di permukaannya.
Yang kedua, sebuah perkamen berwarna kecoklatan. Sekilas tampak seperti kulit. Di salah satu permukaannya terdapat barisan tulisan dalam huruf huruf yang bukan pallawa pun bukan jawa. Perkamen itu sebesar kertas A5, dengan sisi seperti sengaja dibakar. Tulisan didalamnya begitu kecil sehingga perkamen sekecil itu dapat menampung lebih dari 100 baris.
"Tulisan karya Eyang Narasinghamurti..."Ki Bjuz bergumam.
"Lihatlah, perkamen ini pun hasil karya beliau. Sekilas, terlihat dan terasa seperti kulit kerbau. Tapi bukan,. Perkamen ini dari ron-tal yang diolah sedemikian rupa sehingga menjadi seperti ini dan bertahan selama berabad abad. Biarkan aku membacanya, Nas.."lanjut Ki Bjuz.
"Silahkan. Kau ingin bawa itu atau tetap disini,?"kata Kaisar.
"Aku tetap disini. Kalau kau ingin beristirahat, silahkan gunakan salah satu kamar disini."sembari berkata, Ki Bjuz bertepuk memanggil seseorang di balik pintu. Datanglah seorang berbaju merah dengan topeng kayu diwajahnya. "Tandya,!" katanya.
"Antarkan tamu tamuku ini ke kamar, dan hidangkan minuman dan makanan kepada mereka"perintah Ki Bjuz kepada lelaki tadi.
"Tandya. Tuan, Nona.. silahkan ikuti saya" kata lelaki tadi dengan sopan.
"Ayo, Ga. Kiai, aku beristirahat dahulu."kata Kaisar Anas.
Anas Sang Kaisar: Selesai
Mulai ditulis oleh GoNdoel pada tanggal 1 Oktober 2018 dan diselesaikan pada 9 Oktober 2018